Kamis, 02 Desember 2010

Kearifan seorang sufi

Seperti biasa, guru besar Abu Quubaisy, dalam mengisi pengajian-pengajiannya didepan murid-muridnya, dia selalu bercerita tentang orang-orang yang "luar biasa" keimanannya kepada Allah SWT.
Kali ini dia bercerita dimulai dari sebuah pertanyaan kepada murid-muridnya. "Sepanjang yang aku tahu semua sufi itu arif. Tetapi kalau kalian tetap ingin tahu pendapatku mengenai kearifan seorang sufi, maka menurutku Hatim al-'Asham orangnya, " kata Abu Qubaisy menjawab seorang muridnya yang bertanya tentang sufi yang paling arif.
Ketika memberikan kata pengantar pembuka majlis taklimnya pagi itu guru besar yang disegani dan dicintai para muridnya tersebut memang bicara banyak tentang tasawuf dan sufi.
"Al-'Asham ? Bukankah 'Asham itu berarti tuli ? bagaimana orang yang arif kok diberi gelar tuli ? "tanya murid itu lagi serius, tapi dengan wajah dibayangi senyum,.
"Benar. Justru kearifan itulah yang menyebabkannya digelari Si Tuli". jelas Abu Qubaisy.
"Begini kisahnya," ujar Abu Qubaisy.
"sekali waktu ada seorang perempuan datang kepada Hatim, bertanya tentang agama. Beliau menyuruh perempuan itu duduk di depan rumahnya dan menyampaikan masalah yang ingin ditanyakan. Entah karena perutnya kurang beres, atau ada sebab lain, di tengah pertanyaannya perempuan itu kentut cukup keras. Tentu betapa malunya dia. Tapi dari dalam rumah, dengan suara yang lebih keras lagi, Hatim berteriak, "Bicaralah dengan lebih keras lagi. Suaramu tak dapat kudengar!.
Perempuan itupun tersenyum. Dia yakin Hatim tuli sehinggga mustahil dapat mendengar kentutnya, bila dia tidak dapat mendengar ucapannya. Itulah sebabnya beliau diberi gelar Al-'Asham," sambung Abu Qubaisy membuat sebagian muridnya tersenyum, dan sebagian lainnya mengangguk-angguk.
'Tapi pelajaran apa yang bisa diambil dari kisah seperti itu?" tanya murid lain.
"Tentu saja tentang kearifan untuk tidak mempermalukan orang. Karena kearifannya yang termasyhur itulah seorang sufi besar lain, Hasan Al-Basri pada suatu kesempatan bertanya bagaimana menjaga diri dari godaan dunia. Menurut Hatim, pertama, harus lapang dada terhadap kejahilan orang lain. Kedua, jangan beri kelonggaran pada kejahilan sendiri. Ketiga, berikan milikmu kepada orang lain. Keempat, jangan mengharapkan milik orang lain," kata Abu Qubaisy sambil menutup majlisnya. (sumber : Harian Terbit Warta Top; 01 Desember 2010)

Senin, 23 Agustus 2010

Remisi dan Grasi

“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka yang kamu pimpin” (hadits nabi)

Dalam kepemimpinan ada yang disebut sisi kepekaan sensitivitas, mempunyai telinga lebih tajam dari telinga kelelawar (binatang yang paling tajam pendengaranannya), bahkan seorang pemimpin adalah orang yang mampu membuat orang bisu bisa berbicara. Bagaimana caranya? Tentunya dengan memberikan pelayanan dan perhatian serta kepercayaan. Mampu membangun jembatan psikologis dan emosional terhadap bawahannya atau orang-orang yang dipimpin.

Menilik kalimat diatas, jika kita coba membandingkan dengan pemimpin-pemimpin di Negara kita, khususnya rasa kepekaan sensitivitasnya ketika bulan Agustus (setiap tahun), luar biasa peka. Kenapa, pemimpin bangsa negeri ini bukan hanya membangun jembatan psikologis dan emosional terhadap orang-orang “yang benar” di mata hukum, bahkan orang-orang yang jelas-jelas “bersalah” dimata hukum pun di perhatikan bahkan diperlakukan luar biasa. PEMBERIAN REMISI DAN GRASI.

Apakah pemberantasan korupsi hanya sebuah yel-yel saja, padahal para pemimpin kita sering mengkampanyekan pemberantasan korupsi, tapi ternyata dengan mudah memberikan remisi dan grasi kepada beberapa terpidana korupsi. Anggota DPR dari Fraksi Golkar Bambang Soesatyo (dalam harian warta kota 21, Agustus 2010) mengatakan : ” Presiden SBY tak serius memberantas korupsi karena mengobral remisi dan grasi terhadap para koruptor. Jika cara demikian tak dihentikan akan menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, dan ini bukan soal layak atau tidak layak mendapatkan remisi tapi soal konsitensi pemerintah dalam memberantas korupsi”.

Aulia Pohan, Maman H Sumantri, Bunbunan Hutapea, dan Aslim Tadjuddin (para mantan Deputi Gubernur BI), sejak 18 Agustus 2010 sudah bebas bersayarat setelah hukumannya dikurangi remisi. Terlepas apakah ada kedekatan dengan orang-orang di istana atau tidak yang jelas dengan pemberian ini bisa saja akan mencederai rasa keadilan di masyarakat. Coba kita bandingkan dengan orang-orang yang dihukum karena mencuri ayam dan sejenisnya apakah juga akan mendapat sentuhan kebijakan “pemberian remisi/grasi dari pemimpin kita. Mudah-mudahan dapat ya… karena seorang Artalyta Suryani yang jelas-jelas bukan saja pelaku korupsi tapi juga menurut saya sebagai pelaku pembusukan dan pembobrokan kondisi manjemen sebuah Lembaga Pemasyarakatan dengan menjadikan ruang sel menjadi ruang yang luar biasa mewah pun mendapat remisi juga dari presiden.

Padahal ulama MUI dan Muhammadiyah pernah mengatakan bahwa para koruptor itu adalah kafir, ini berarti pemimpin kita luar biasa hebatnya karena mampu memberikan ampunan dan kebebasan berupa pemberian remisi kepada orang-orang kafir. Orang yang bisa dikatakan orang-orang yang meminta pelayanan dan hak-hak istimewah dari rakyat, naik mobil mewah rakyat, tinggal di rumah mewah rakyat, pergi naik pesawat dengan tiket yang dibayari rakyat, bahkan mungkin punya istri simpanan pun harus dibiayai rakyat. Nauzubillah

“Keadilan adalah jika engkau meletakkan sesuatu pada tempatnya yang benar”.

Rabu, 16 Juni 2010

Rafting, Citatih- Sukabumi


Field Trip tahun ini khusus bersama-sama dengan anak-anak kelas 9 kali ini dengan mengadakan rafting (arum jeram) yang kebetulan bertempat di Riam Jeram, Citatih-Sukabumi.
Luar biasa berkesan, kenapa ? jika dibandingkan dengan field trip tahun-tahun sebelumnya, field trip kali ini bukan hanya kita di "manjakan" dengan arus sungai Citatih, tapi kita diberi kesempatan untuk selalu mensyukuri nikmat yang Allah berikan melalui keindahan-keindahan ciptakaan Nya. Ya..... keindahan itu terlukis dari keberadaan sungainya yang disekitarnya tumbuh tumbuhan-tumbuhan yang sangat alami menambah keasrian keberadaan sungai tersebut, belum lagi dengan keberadaan batu-batu yang menghampar baik di sisi sungai maupun di tengah sungai, sehingga membuat arus sungainya luar biasa "dahsyat" (menurut saya), cepat, bergelombang, yang nota bene menjadikan tantangan yang "dahsyat" juga untuk "ditaklukan" bagi para pecinta arum jeram.
Ya Allah.... fuji serta syukur aku persembahkan hanya pada -Mu

Senin, 17 Mei 2010

GAYA HIDUP

Globalisasi yang terjadi baik di kota maupun di desa yang diiringi proses modernisasi yang cepat menyebabkan proses perubahan yang cepat pula disegala bidang, terutama pembangunan. Pembangunan yang berjalan cepat ternyata tidak dapat membendung proses kerusakan dan degradasi lingkungan yang berakibat sistem penunjang kehidupan alami yang ada sekarang ini terancam serius dengan rusaknya lapisan ozon, naiknya suhu bumi dan permukaan laut, perubahan cuaca secara global, meningkatnya banjir, berkurangnya luas areal hutan, berkurangnya volume air, berkurangnya keanekaragaman hayati, meningkat serta meluasnya pencemaran air, tanah dan udara.

Kualitas lingkungan me
rupakan tanggungjawab kita bersama. Lakukan semua dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab bahwa itu bukan milik kita tetapi juga hak dari anak cucu kita sebagai penerus.Cara hidup ramah lingkungan merupakan satu bentuk sikap dan pilihan yang dapat kita lakukan, dapat dilakukan dengan cara menggunakan produk yang ramah lingkungan dimana kita dapat turut serta menjaga kualitas lingkungan sehingga tidak menjadi lebih buruk dan mengurangi paparan pencemar tersebut.
Coba perhatikan kondisi air bawah tanah di DKI Jakarta, menurut BPLHD DKI Jakarta


Air bawah di DKI dikatakan sudah tidak ada lagi air bersih, karena semua tercemar baik dari ringan sampai berat. Ini dipicu oleh apalagi kalau bukan dari gaya hidup manusia, sebagai contoh misalnya dalam hal penggunaan produk, dan perilaku kita terhadap lingkungan disekitar kita.

Penggunaan produk ramah lingkunganpun luas sekali cakupannya mulai dari pemilihan yang secara individual, skala rumah tangga hingga skala besar, misalnya: konsumsi kertas tissue, penggunaan kertas; batubaterai; pembungkus plastik; perlengkapan elektronik yang hemat energi; konsumsi air; cara pencucian dan pemilihan cairan pembersih rumah tangga; pemilihan dan cara penanggulangan hama di sekitar rumah, areal pertanian dan perikanan; penggunaan pupuk; pemilihan material bangunan; wadah penyimpanan; pemilihan kosmetik perawatan rambut, tubuh, wajah; dan pemilihan bahan pangan.

Banyak hal-hal kecil dan sederhana yang dapat kita lakukan misalnya : penanaman pohon; hemat dan daur ulang dalam penggunaan air; pengelolaan sampah; pemilihan bahan yang dapat Reuse, Recycling, Reduse.

Semua pilihan ada ditangan Anda.
Mulailah dari diri sendiri,
buatlah suatu perbedaan
dan lakukan mulai dari hal kecil dan sederhana

Senin, 03 Mei 2010

UN 2010

Ujian Nasional 2009/2010

Luar biasa kondisi siswa-siswi SMA/SMK setelah mendengar hasil UN,
seorang siswa hampir melempar batu bata kesalah satu gurunya, ada seorang siswa yang mencoba bunuh diri dengan minum racun serangga, pengrusakan sekolah . (Top Nine New-MetroTV, 27 April 2010).
Ini hanya sebagian kecil , dan saya yakin masih banyak lagi berita-berita yang mungkin lebih heboh lagi tentang bagaimana situasi atau kondisi anak-anak bangsa kita yang tidak lulus UN SMA/SMK.
Sebagai seorang pendidik, rasanya hampir tidak kuat saya menahan air mata menyaksikan berita tersebut. Saya berpikir bagaimana dengan anak-anak didik saya di level SMP yang sampai saat tulisan ini saya buat masih menunggu hasil UN yang diumumkan tanggal 7 Mei mendatang. Mudah-mudahan semua lulus.
Memang untuk UN tahun ini bukan saja ada UN susulan bagi yang belum mengikuti karena alasan tertentu, tapi ada juga UN perbaikan bagi yang dinyatakan tidak lulus. Ini berarti ada harapan bagi mereka yang tidak lulus, harapan agar tidak mengulang di tahun berikutnya (jika kemudian lulus).
Jika di lihat dari segi psikologis, anak-anak yang tidak lulus UN bagi saya sangat wajar mereka berperilaku demikian mengingat kondisi anak seusia mereka masih sangat labil emosinya. rasa malu, menjadi “aib” di keluarga dan lingkungan masyarakat, perasaan-perasaan ini yang pada akhirnya membawa mereka ke prilaku yang menyimpang.
Sekarang coba kita membandingkan dengan kondisi anak-anak yang lulus UN, saya yakin semua kita pasti tahu bagai mana kondisi perbandingannya.
Saya jadi teringat pada tahun lalu (kondisi pasca pengumuman UN SMP, Alhamdulillah di sekolah saya semua siswanya lulus), anak-anak yang lulus UN saja masih bingung dan was-was tentang apakah mereka diterima/tidak di SMA yang mereka inginkan. Ini artinya yang lulus saja masih bingung dan was-was, apa lagi bagi mereka yang tidak lulus.
Sedih bangat rasanya melihat anak-anak didik kita yang tidak lulus, teman-temannya sibuk mendaftar ke sekolah kejenjang yang lebih tinggi, sementara dia (yang tidak lulus UN)………. Saya yakin bukan hanya sibuk belajar kembali agar lulus di UN perbaikan, melainkan yang paling berat ialah bagaimana dia mengontrol kondisi batinnya yang mengalami pergolakan yang luar biasa. Ya Allah berikan kekuatan lahir dan bathin bagi mereka yang Allah, sayangi dan cintailah mereka ya Allah sebagai mana orangtua mereka dan kami sebagai pendidik menyayanginya. amiin
Tapi, walau bagaimanpun kondisi pendidikan kita saat ini, kondisi anak-anak didik kita saat ini, apapun aturan-aturan UN baik level SD, SMP, dan SMA, hendak kita sama-sama jadikan semua moment yang tepat ini untuk selalu introfeksi diri, tentunya bagaimana kita mampu mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri kita agar mampu atau berhasil dalam segala hal, atau juga mampu mengkontrol diri jika kemungkinan apa yang kita dapati tidak sesuai dengan yang kita harapkan.

Senin, 22 Februari 2010

Remaja oh remaja.......

Remaja oh remaja......

Rasanya sangat miris sekali bagi kita sebagai orang tua jika membaca surat kabar harian Warta Kota, Sabtu 20 Februari 2010 tentang dua pasang sejoli yang masih duduk di bangku sekolah melakukan “bulan madu” di pantai pelabuhan ratu lebih dari seminggu layaknya sepasang suami istri. Mungkin bukan suatu keanehan bagi mereka atau mungkin karena didasari oleh rasa saling mencintai yang amat sangat, sehingga ketika dimintai keterangannya keduanya mengaku kabur ke Pelabuhanratu Sukabumi secara spontan saja, tanpa rencana. Dan mengaku telah melakukan hubungan layaknya suami istri, padahal umur si wanita baru 15 tahun sementara prianya 19 tahun.

Sex bebas atau hubungan di luar nikah kendati dikutuk sepanjang zaman dan dinyatakan sebagai pelanggaran susila, perbuatan ini berkembang dihampir semua lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang memiliki tekanan-tekanan yang longgar atau permisif (baca: suka mengizinkan, terbuka). Seseorang yang terjerumus pada perbuatan ini, mungkin saja di sebabkan oleh adanya konflik mental, atau mungkin juga intelegensi yang rendah.

Dalam paparan ilmu kemasyarakatan, Perbuatan tersebut termasuk penyimpangan sosial. perilaku yang menyimpang ini mungkin disebabkan karena : pertama, sikap mental yang tidak sehat, orang yang mempunyai sikap mental yang tidak sehat biasanya tidak akan merasa bersalah atas perbuatannya, bahkan akan merasa senang. Kedua, Broken Home, biasanya keluarga yang mempunyai kondisi seperti ini anggota-anggotanya akan mencari kesenangan di luar rumah. Ketiga, desawa ini yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di lingkungan remaja, yaitu pengaruh lingkungan, teman sepermainannya dan media massa. Media massa….luar biasa pengaruhnya bagi kalangan remaja kita saat ini.

Siapa kira-kira yang harus di salahkan, orang tua? Anak-anak tersebut? Atau mungkin kemodern-an jaman dengan globalisasinya?
Yang pasti semua harus bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada remaja-remaja kita. Orang tua yang nota bene sebagai agen sosialisasi yang paling pertama harus mampu menanamkan nilai-nilai yang kuat (baca:keimanan) pada anak-anaknya. Dalam hal ini, proses sosialisasi dalam keluarga (sebagai agen sosialisasi yang peratama)harus sempurna, sehingga pesan-pesan moral yang berasal dari keluarga akan menjadi tameng yang kokoh bagi anak-anak . Pendidikan agama, budi pekerti, teladan yang baik, dan pengawasan, merupakan modal kita dalam mencegah anak-anak kita untuk tidak terjerumus dalam hal-hal yang di benci atau menjadi aib di masyarakat.

Jumat, 19 Februari 2010

Kemiskinan di sekitar kita

Udah lama gak nulis lagi rasanya susah untuk mulainya, tapi sebenarnya kalau kita mau, banyak hal yang bisa kita tulis, karena sekitar kita merupakan sumber yang paling kaya untuk dijadikan referensi tulisan. Contoh kecil saja yang kemarin-kemarin kita dengar tentang misalnya seorang ibu yang tega menjual anak yang masih di dalam kandungannya hanya dengan seharga 2 jt karena dia tidak mampu membayar kontrakan, ada seorang ibu yang meninggalkan anaknya karena ketidak mampuannya membayar hutang dengan salah satu perusahaan PJTKI.
Wah… luar biasa memang… kalau kita selalu melewati hari dengan memperhatikannya seksama kemudian mencoba untuk menuangkannya dalam bentuk coret-coret di…. Katakan hanya selembar kertas, mungkin itu sudah jadi tulisan namanya.
Sama halnya ketika saya keliling-keliling di sekitar perumahan (perumahan? Kesannya.....) bersama istri dan kedua anak saya untuk mencari ibu-ibu yang mau kerja di rumah merawat anak-anak saya, wah.... dengan kondisi perkampungan seperti itu (kampung di sebelah ”perumahan” saya), sepertinya bisa dijadikan sumber tulisan. Misalnya saja mengangkat tentang kemiskinan.

Kemiskinan. Ngomong-ngomong tentang kemiskinan, mengingatkan saya pada kalimat yang dikatakan oleh Gandhi, bahwa kemiskinan adalah kekerasan dalam bentuk yang paling buruk. Secara umum kemiskinan bisa diartikan sebagai kekurangan sumber daya material bagi masyarakat. Pelakunya bisa dikatakan seekaligus sebagai korban juga, nah.. disinilah tampak sangat nyata bahwa kemiskinan merupakan momok yang perlu dihindari.
Rendahnya pendapatan, ketiadaan keahlian, tidak ada kebiasaan menabung, peminjaman uang, dan sejenisnya, itu bisa dikatakan suatu tanda dari kebudayaan kemiskinan dilihat dari sudut pandang ekonomi.
Kemiskinan bukan lagi milik perkampungan, kota kecil, bahkan sudah merupakan milik kota-kota besar juga. Tempat tinggal yang padat, malas, bergantung kepada nasib, boros, dan sebagainya, itu merupakan atribut sosial yang melekat pada masyarakat miskin. Di daerah yang tadi saya katakan, kemiskinan bukan lagi isapan jempol semata, rumah-rumahnya sangat padat, penduduknya banyak yang menganggur, hampir tiap pagi berbondong-bondong masuk ke perumahan-perumahan sekitarnya hanya untuk mencari botol plastik atau bekas minuman, kertas-kertas, dan lain lain dari tempat-tempat sampah yang bisa dijual, tukang parkir jalanan, bahkan bisa dikatakan ada yang jadi ”preman”.
Kondisi masyarakat orang miskin itu seperti apa yang digambarkan oleh James Scoot dalam tulisan Koenharibowo pada Jurnal Pendidikan Lingkungan Indonesia, Kemiskinan itu digambarkan sebagai orang yang selamanya berdiri terendam air sampai keleher, sehingga riak kecil pun dapat menenggelamkannya. Kalau kita lihat dan perhatikan apa yang digambarkan oleh James Scoot bahwa posisi orang-orang yang masuk kategori miskin itu serba sulit dan sangat dekat dengan kematian.
Sepertinya kemiskinan itu sudah menjadi permasalahan yang kompleks. Dari tahun ketahun bukannya berkurang justru semakin bertambah. Padahal pemerintah mempunyai konsep yang bisa dikatakan luar biasa dalam menanggulangi kemiskinan. Dari waktu ke waktu dan aneka program telah dilaksanakan oleh berbagai lembaga, katakan saja oleh Departemen Sosial, atau bahkan World Bank. Mulai dari program JPS, Raskin, dan lain sebagainya. Tapi tetap saja yang namanya kemiskinan sulit untuk di....... jangankan di hilangkan, dikurangi saja sulit. Tapi mudah-mudah pemerintah mampu setidaknya meminimalisir angka kemiskinan di negeri ini.
Sebenarnya siapa yang salah, pemerintah pusat, daerah, atau masyarakat itu sendiri?