Senin, 22 Februari 2010

Remaja oh remaja.......

Remaja oh remaja......

Rasanya sangat miris sekali bagi kita sebagai orang tua jika membaca surat kabar harian Warta Kota, Sabtu 20 Februari 2010 tentang dua pasang sejoli yang masih duduk di bangku sekolah melakukan “bulan madu” di pantai pelabuhan ratu lebih dari seminggu layaknya sepasang suami istri. Mungkin bukan suatu keanehan bagi mereka atau mungkin karena didasari oleh rasa saling mencintai yang amat sangat, sehingga ketika dimintai keterangannya keduanya mengaku kabur ke Pelabuhanratu Sukabumi secara spontan saja, tanpa rencana. Dan mengaku telah melakukan hubungan layaknya suami istri, padahal umur si wanita baru 15 tahun sementara prianya 19 tahun.

Sex bebas atau hubungan di luar nikah kendati dikutuk sepanjang zaman dan dinyatakan sebagai pelanggaran susila, perbuatan ini berkembang dihampir semua lapisan masyarakat, terutama masyarakat yang memiliki tekanan-tekanan yang longgar atau permisif (baca: suka mengizinkan, terbuka). Seseorang yang terjerumus pada perbuatan ini, mungkin saja di sebabkan oleh adanya konflik mental, atau mungkin juga intelegensi yang rendah.

Dalam paparan ilmu kemasyarakatan, Perbuatan tersebut termasuk penyimpangan sosial. perilaku yang menyimpang ini mungkin disebabkan karena : pertama, sikap mental yang tidak sehat, orang yang mempunyai sikap mental yang tidak sehat biasanya tidak akan merasa bersalah atas perbuatannya, bahkan akan merasa senang. Kedua, Broken Home, biasanya keluarga yang mempunyai kondisi seperti ini anggota-anggotanya akan mencari kesenangan di luar rumah. Ketiga, desawa ini yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di lingkungan remaja, yaitu pengaruh lingkungan, teman sepermainannya dan media massa. Media massa….luar biasa pengaruhnya bagi kalangan remaja kita saat ini.

Siapa kira-kira yang harus di salahkan, orang tua? Anak-anak tersebut? Atau mungkin kemodern-an jaman dengan globalisasinya?
Yang pasti semua harus bertanggungjawab atas apa yang terjadi pada remaja-remaja kita. Orang tua yang nota bene sebagai agen sosialisasi yang paling pertama harus mampu menanamkan nilai-nilai yang kuat (baca:keimanan) pada anak-anaknya. Dalam hal ini, proses sosialisasi dalam keluarga (sebagai agen sosialisasi yang peratama)harus sempurna, sehingga pesan-pesan moral yang berasal dari keluarga akan menjadi tameng yang kokoh bagi anak-anak . Pendidikan agama, budi pekerti, teladan yang baik, dan pengawasan, merupakan modal kita dalam mencegah anak-anak kita untuk tidak terjerumus dalam hal-hal yang di benci atau menjadi aib di masyarakat.